Selasa, 02 Agustus 2011

Perlukah Kita Mengejar Surga ?

Setiap menjalankan ibadah, kita sering diiming-imingi (dijanjikan) akan mendapat pahala yang pada akhirnya akan mendapat surga setelah meninggal nanti. Seperti layaknya seorang anak kecil yang diiming-imingi akan dibelikan sepeda jika ia mendapat ranking di kelasnya.

Memang, sudah kebiasaan kita memberi janji, meski banyak yang akhirnya hanya ‘makan janji’ seperti yang dialami rakyat oleh para pejabat yang suka mengumbar janji ketika akan merebut kursi kepemimpinannya, namun ‘janji tinggal janji’ ketika ia menduduki jabatannya.

Memang Allah tidak pernah ingkar janji, pasti Ia akan memberikan apa-apa yang telah diusahakan manusia, termasuk usaha berbuat baik yang akan dimasukkan ke dalam surgaNya. Tetapi, seperti lirik lagu Chrisye yang pada pokoknya bertanya, “Apakah jika surga tidak ada  lantas kita tidak berbakti kepadaNya ?” atau sebaliknya “Apakah jika neraka tidak ada lantas kita berani menentang segala perintahNya ?.”

Allah menciptakan manusia adalah makhluk yang paling sempurna, makhluk yang memiliki derajat kemuliaan paling tinggi di antara semua ciptaanNya. Manusia memiliki derajat lebih tinggi dari hewan, tumbuh-tumbuhan, iblis, bahkan lebih tinggi dari malaikat sekalipun. Namun, sering manusia tidak PD (percaya diri) dengan derajat yang telah diberikanNya. Hal itu dapat terlihat banyak manusia yang menghambakan diri di hadapan para iblis (menjadi pengikut atau ‘prajuritnya’ atau menghambakan diri kepadanya), menyembah berhala, menyembah matahari, dan sebagainya.

KetidakPDan itu terbawa hingga kita kadang mendambakan surga sebagai tujuan (beribadah) selama hidup ini. Padahal, manusia lebih tinggi derajatnya ketimbang surga itu sendiri.
Lantas, bagaimana kita bersikap ?

Dalam hadist telah disampaikan bahwa ada 4 golongan manusia yang dirindukan surga,  yaitu (1) gemar membaca Alquran, (2) memberi makan orang yang lapar, (3) menjaga lisan, dan (4) puasa di bulan Ramadhan. Artinya, biarkan surga yang ‘mengejar’ kita. Yang terpenting bagi kita adalah mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNya (karena Allah jauh lebih tinggi derajatnya ketimbang kita manusia), masalah ganjaran bila kita menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, itu urusanNya.

Begitu juga dengan kalimat “gemar membaca Alquran” semata-mata bukan membaca (kitab) Alquran secara fisik (harfiah/ kasat mata), namun juga membaca Alquran secara batiniah atau tersirat. Jika ditinjau dari segi isi (kandungan) Alquran, maka ada (1) akidah, (2) ibadah, (3) ahlak, (4) hukum, (5) peringatan, (6) sejarah/ kisah, dan (7) perintah berpikir. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa menuntut ilmu berarti termasuk membaca Alquran karena perintah berpikir dipenuhi di sana. Atau jika kita menaati hukum (baik hukum agama maupun hukum yang diberlakukan negara), maka itupun termasuk sudah membaca Alquran, bahkan sudah sampai mengamalkannya.

Oleh karena itu, di bulan Ramadhan ini, mari kita berbuat yang terbaik dari diri kita untuk diri, keluarga dan lingkungan kita. Meski ibadah puasa adalah ibadah yang lebih condong hablumminallah (hanya diri dan Allah yang mengetahuinya), namun perlu disadari bahwa di dalam setiap hablumminannas pasti sudah termasuk hablumminallah di dalamnya. Artinya, hubungan baik (silaturrahim) dengan sesama manusia, itu juga merupakan perintah Allah (memiliki hubungan dengan Allah). 

Biarkan surga yang merindukan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar