Senin, 29 Agustus 2011

Renungan Idul Fitri


Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Pada pagi yang indah ini, dengan suasana hati yang lapang, riang, dan dipenuhi dengan gema-gema suara hati dalam takbir, tasbih, tahmid, marilah bersama-sama kita panjatkan puji syukur kita ke hadirat Allah Yang Maha Tinggi, dan bersama-sama pula kita haturkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Pantaslah kita lakukan itu karena hari ini kita telah berhasil melewati ujian yang super dahsyat yaitu ujian menahan hawa nafsu dan membelenggu setan dalam diri kita. Semua itu tentu atas ridho Allah SWT dan atas petunjuk nyata dari Nabi Besar Muhammad SAW.

Islam, adalah agama yang indah, agama yang lengkap, dan agama yang mengedepan-kan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kedamaian, dan nilai-nilai ketenangan jiwa. Seperti bacaan takbir “Allahu Akbar” yang berulang-ulang kita seru ini, adalah wujud nyata bahwa kebesaran hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam. Kita sesama manusia, sama sekali tidak pantas merasa paling hebat atau paling berjasa dari orang lain, kita tidak pantas memiliki sifat sombong.

Dengan menyadari bahwa kita ini sama dan sederajat di mata Allah SWT maka sepantasnyalah kita sama-sama berusaha, sama-sama bekerja untuk mengabdi kepada Allah SWT. Banyak cara mengabdi kepada Allah selama hidup di dunia ini, misalkan dengan member makan orang-orang miskin, menyantuni anak-anak yatim piatu, memelihara lingkungan hidup, meningkatkan ukhuwah Islamiyah, dan masih banyak lagi.

Dengan menyadari bahwa kita ini sama dan sederajat di mata Allah SWT maka sepantasnyalah kita sama-sama mencegah segala bentuk kerusakan di muka bumi Allah ini, seperti membuang sampah di tempat-tempat umum, mengotori atau mencemari sumber-sumber air, mencemari udara, menebang pohon-pohon dengan tidak terkendali, dan masih banyak lagi.

Dengan menyadari bahwa kita ini sama dan sederajat di mata Allah SWT maka sepantasnyalah kita sama-sama berusaha menciptakan lingkungan tempat tinggal kita yang damai, aman, dan sejahtera. Mari kita hindari berbagai bentuk perpecahan, permusuhan, dan kekerasan. Hal itu akan mudah tercapai jika kita memahami prinsip “dia adalah saya, mereka adalah kita” yang artinya, berbuatlah kepada orang lain seperti apa yang ingin kita lakukan untuk diri sendiri.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Bacaan dzikir yang kita ucapkan berulang-ulang untuk menenangkan hati kita seperti subhanallah, walhamdulillah, wala ila hailallah, wallahu akbar, akan lebih bermakna tatkala kita wujudkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Perbuatan dan tingkah laku yang kita lakukan dengan baik dan berulang-ulang setiap harinya adalah salah satu bentuk dzikir yang nyata. Hal itu bisa kita lakukan dengan mudah dan murah, bahkan tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. Misalkan dengan memberi senyum persahabatan dengan para tetangga, mengucapkan salam kepada orang yang kita jumpai, berjabat tangan dengan muhrimnya, dan hal-hal kecil lainnya jika kita lakukan terus menerus dan berulang-ulang, tidak ubah merupakan dzikir nyata dan lebih bermakna bagi sesama.

Subhanallah, maha suci Allah, maka sucikanlah pikiran dan batin kita agar senantiasa kita dapat berkomunikasi denganNya. Biarkan orang lain menampakkan rasa irinya kepada kita, tapi sebaliknya, kita harus selalu berbuat baik kepadanya. Biarkan orang lain merasa tersaingi oleh keberhasilan-keberhasilan kita, tapi sebaliknya, kita harus selalu berbuat baik kepadanya. Buktikanlah bahwa apa yang kita miliki, dan keberhasilan-keberhasilan yang telah kita capai, semata-mata hanyalah titipan Allah SWT yang akan memberi manfaat kepada orang-orang di sekitar kita. Karena itu, mari kita biasakan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan kita, baik kebersihan secara fisik maupun secara batin. Kebersihan adalah sebagian dari iman.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah, maka hendaklah kita menyemai berbagai bentuk kebaikan yang telah kita terima dari Allah SWT untuk dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita. Islam mewajibkan zakat, mengutamakan shadaqah, infaq, dan bentuk-bentuk berbagi lainnya. Perlu diketahui, bahwa harta kita di akhirat nanti adalah harta kita yang telah kita belanjakan di jalan Allah SWT selama kita di dunia. Karenanya bagi orang-orang yang imannya kuat, tidak akan sayang ketika hartanya harus dikeluarkan untuk kepentingan orang lain di jalan Allah (misalkan menyantuni anak-anak yatim, membantu pembenahan lingkungan hidup untuk kepentingan bersama, dan sebagainya). Orang yang beriman kuat tadi amat yakin bahwa harta yang telah dikeluarkannya itu akan diberi ganjaran yang berlipat oleh Allah SWT di akhirat nanti.

La ilaha ilallah, tiada Tuhan selain Allah, maka tiada tujuan akhir kita selain kembali kepada Allah. Allah telah menunjuki jalanNya untuk kembali kepadaNya, yaitu kitab suci Alquran dan sunnah nabi. Inti dari keduanya adalah bagaimana kita harus hidup dengan selaras dan seimbang. Setiap diri memiliki hak dan kewajiban, memiliki kekurangan dan kelebihan, memiliki sisi baik dan sisi jahat, semua harus dimanfaatkan untuk tetap istiqomah berjalan di jalanNya. Untuk berjalan di jalanNya, bukan kita tidak boleh marah (sisi jahat), tapi bagaimana membuat marah tersebut agar dapat mengingatkan diri atau orang lain untuk kembali ke jalanNya.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘aalamiin, penebar rasa kasih dan sayang ke seluruh alam. Sebagaimana kaum mukmin paling sering mengucapkan ketika akan berbuat baik apapun, bismillahir rahmaanir rahiim, dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Patut disayangkan, sebagian umat kurang memahami makna apalagi menjalankan dan membumikan sifat Allah tersebut.

Sebagai orang tua, kita harus memberikan kasih dan sayang kepada anak-anak kita. Kasih dan sayang tersebut berbeda makna dengan memanjakan dan menuruti apa saja permintaan anak. Kasih dan sayang kepada anak harus diwujudkan dengan pemberian lingkungan yang kondusif dan memberi pendidikan yang sesuai bagi perkembangan fisik dan jiwanya. Lingkungan dan pendidikan yang kondusif tidak dapat diciptakan sendiri, maka perlu kerja sama dan kepedulian dari orang lain, baik dari seluruh anggota keluarga, para tetangga, maupun masyarakat sekitar.

Sebagai anggota masyarakat, kita harus memberikan kasih dan sayang kepada lingkungan sekitar, baik para tetangga di lingkungan RT, RW hingga ke lingkungan kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Pemberian kasih dan sayang  paling utama adalah kepada tetangga terdekat, yaitu bagaimana kita memberi perhatian kepadanya, memberi bingkisan, memberi rasa aman, dan turut menjaga hak-hak mereka. Jika semua sudah berbuat hal baik seperti ini, maka insya Allah akan tercipta negara kita yang aman, tenteram dan damai.

Sebagai pekerja di suatu kantor, kita harus memberi kasih dan sayang terhadap sesama pegawai, bawahan dan atasan. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menebar kasih-sayang tersebut, misalkan dengan berbuat adil, penuh rasa toleransi dalam kebaikan, saling tolong-menolong, dan hindari kecurangan dan kemaksiatan meski hal itu sangat memungkinkan untuk dilakukan. Yakinkan diri bahwa Allah selalu bersama kita dan terus mengikuti tindak-tanduk kita.

Sebagai manusia, kitapun diminta sebagai penebar rasa kasih-sayang kepada sesama makhluk Allah, minimal menjaga kelestarian lingkungan hidup. Allah telah menciptakan dunia dan seisinya cukup untuk seluruh umat manusia, tapi tidak akan cukup untuk satu orang yang rakus. Karenanya Allah sangat membenci orang yang memiliki sifat tamak dan pelit. Dunia ini bukan milik kita tetapi merupakan titipan Allah untuk anak-cucu kita, karenanya kelestariannya harus terus dipertahankan sebagai warisan kepada keturunan-keturunan kita.

Maka, tidaklah pantas jika kita mewariskan dunia ini dengan kondisi yang kering-kerontang, dunia yang penuh pencemaran, baik di udara, air, maupun di daratan. Tidak pantaslah jika kita tinggalkan dunia ini dan kita wariskan kepada keturunan-keturunan kita dalam keadaan tandus, gersang, panas, kotor, rusak dan bau. Kita perlu berpikir sedikit saja untuk menjawab pertanyaan: “Pantaskah anak-cucu kita mendoakan kita ketika mereka hanya diwariskan keburukan-keburukan ?.”

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Karenanya, saya mengingatkan diri saya pribadi dan para jamaah sekalian. Jika kita ingin didoakan generasi penerus kita, anak-cucu kita, maka mari kita wariskan mereka segala sesuatu yang baik-baik. Lingkungan hidup yang baik: air, udara, dan tanah yang bersih, tetangga yang baik-baik, lingkungan perumahan yang baik, dan di negara yang baik.

Pada pagi ini kita tiba di hari baik, di mana hati kita dalam keadaan bersih, dalam keadaan baik dan bersama-sama menghadap Allah Yang Maha Suci, yang memiliki berbagai kebaikan. Mari kita bermunajat atau bermohon kepadaNya agar kita senantiasa dijaga dari hal-hal yang dapat merusak nilai-nilai kebaikan yang telah kita jalin selama menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan yang baru saja kita tinggalkan.

Senin, 22 Agustus 2011

Sel-sel Inti Kehidupan

Andaikan manusia di seluruh dunia ini beriman kepada Allah,
Allah tidak akan bertambah kemuliaanNya
Andaikan manusia di seluruh dunia ini kafir kepada Allah,
Allah tidak akan berkurang kemuliaanNya

Apapun yang terjadi, Allah itu Maha Mulia, dan Allah tidak membutuhkan hambaNya untuk memuliakanNya, dan tidak ada satupun yang akan mengurangi kemuliaanNya

Lantas, mengapa manusia (Islam) diperintah untuk shalat, puasa, membayar zakat, dan seterusnya ?. Dan Allah akan melaknat orang-orang yang tidak melaksanakan perintahNya ?

Sesungguhnya, sebelum Allah mencipta makhluk-makhlukNya, Ia telah menciptakan sistem (lingkungan)nya. Termasuk di dalamnya segala hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang melingkupinya.

Karenanya, ketika Adam AS diturunkan ke bumi, di sekelilingnya sudah dipenuhi berbagai fasilitas
yang dibutuhkan Adam AS untuk menjalani kehidupannya, termasuk di dalamnya hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang telah diberlakukan Allah kepada setiap makhluknya.

Artinya, Allah sebagai Pencipta manusia, tahu benar batas-batas kemampuan manusia, tahu benar nafsu-nafsu yang mendorongnya untuk memuaskan dirinya. Karenanya Allah membuat perintah-perintah dan larangan-larangan kepada manusia yang tujuannya adalah menjaga harkat-martabat dan kesehatan fisik manusia. Itulah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang Maha Tahu apa-apa yang dibutuhkan manusia. Jadi, perintah dan laranganNya bukan semata untuk kepentinganNya, melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Yang sederhana, Allah memerintah manusia untuk berpuasa, sebetulnya untuk menjaga kesehatan (membuat fisik manusia sehat). Tapi Allah tahu, tidak semua manusia akan memenuhi perintahNya, maka Allah membatasi perintah itu kepada manusia yang beriman saja. Secara nyata, orang yang rajin berpuasa akan memiliki kesehatan fisik yang lebih prima dibandingkan dengan orang yang tidak pernah berpuasa.

Allah memerintah manusia untuk shalat, agar manusia terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, itupun untuk kepentingan diri manusia itu sendiri. Manusia mau menjalankannya atau tidak, silakan saja, tapi ingat, Allah sudah membuat sistem (peraturan/ hukum) yang sudah diterapkan sebelum manusia itu yang ada. Artinya, jika suatu saat manusia mendapat musibah atau (paling pahit) masuk neraka, maka itu bukan karena Allah yang menghukumnya, melainkan manusia itu sendiri yang memang minta dihukum karena telah melanggar aturan/ hukum yang sudah diberlakukanNya.

Allah tidak pernah main-main (bercanda) dengan hukum-hukumNya. Maka, bisa jadi Allah kini tengah bersedih tatkala melihat bangsa Indonesia kini banyak yang bejat (koruptor di mana-mana, permusuhan di mana-mana, kesesatan di mana-mana), tapi Allah tidak ingin main-main dengan hukum-hukumNya, sehingga tidak serta-merta mengubah manusia Indonesia menjadi manusia yang alim (meski Ia memiliki hak, memiliki kekuasaan, dan memiliki kemampuan (mudah bagiNya) untuk itu).

Allah mungkin saja sedang bersedih melihat insan-insan Indonesia saat ini yang banyak sekali tidak menjalankan ajaran-ajaranNya. Bahkan iblis pun bersedih karena ia kini banyak menjadi pengangguran di Indonesia, karena sebagian besar pekerjaannya sudah dirampas manusia. Malaikatpun turut bersedih karena nanti di hari kiamat, jarang sekali ia memiliki teman di surga yang berasal dari Indonesia.....

Selasa, 09 Agustus 2011

Dzikir


Dzikir atau mengucapkan kata-kata pujian yang mengingat kebesaran Allah SWT, adalah amalan istimewa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dzikir merupakan media yang membuat kehidupan Nabi dan para sahabat benar-benar hidup.
Ibnu al-Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa dzikir memiliki tujuh puluh tiga manfaat yaitu:
  1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa.
  2. Membuat Allah ridha.
  3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia.
  4. Membahagiakan dan melapangkan hati.
  5. Menguatkan hati dan badan.
  6. Menyinari wajah dan hati.
  7. Membuka lahan rezeki.
  8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.
  9. Melahirkan kecintaan.
  10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan.
  11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah.
  12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.
  13. Pembuka semua pintu ilmu.
  14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah.
  15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah.
  16. Menghidupkan hati.
  17. Menjadi makanan hati dan ruh.
  18. Membersihkan hati dari kotoran.
  19. Membersihkan dosa.
  20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
  21. Menolong hamba saat kesepian.
  22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.
  23. Penyelamat dari azab Allah.
  24. Menghadirkan ketenangan.
  25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.
  26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat.
  27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja.
  28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat.
  29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat.
  30. Mendapat pemberian yang paling berharga.
  31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal.
  32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga.
  33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga.
  34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.
  35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia.
  36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi.
  37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat.
  38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah.
  39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.
  40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.
  41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia.
  42. Menjadikan hati selalu terjaga.
  43. Dzikir adalah pohon ma’rifat dan pola hidup orang shalih.
  44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.
  45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran.
  46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah.
  47. Melembutkan hati.
  48. Menjadi obat hati.
  49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.
  50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala.
  51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir.
  52. Majlis dzikir adalah taman surga.
  53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.
  54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum.
  55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah.
  56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.
  57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu’.
  58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan.
  59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.
  60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa.
  61. Memberikan kekuatan jasad.
  62. Menolak kefakiran.
  63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.
  64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta.
  65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.
  66. Penghalang antara hamba dan jahannam.
  67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir.
  68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.
  69. Membersihkan sifat munafik.
  70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.
  71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di ahirat.
  72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di ahirat.
  73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.
Namun demikian dzikir bersifat sangat individualistis, yaitu hubungan dirinya dengan Allah, dan itu untuk kepentingan hatinya (dirinya) sendiri. Artinya, seberapa banyak dan seberapa sering dzikir diucapkan, Allah tidak akan pernah berubah, tidak menjadikanNya lebih Hebat, tidak menjadikanNya lebih Berkuasa, dan sebagainya. Tanpa satu orangpun berdzikir Allah sudah yang Maha Segalanya dan tidak akan kurang meski seluruh manusia tidak beriman kepadaNya.

Dzikir akan lebih bermanfaat jika dilakukan dalam hubungannya dengan manusia lain (hablum-minannas). Dalam setiap hablumminannas selalu ada hablumminallah. Dzikir dalam hubungan antarmanusia adalah “perbuatan baik yang diulang-ulang.” Jika perbuatan baik itu dilakukan kepada orang lain secara berulang-ulang, maka faedahnya akan lebih terasa ketimbang dzikir untuk mengagungkan Allah, karena Allah memang sudah Maha Agung. Jika kita berbuat baik kepada orang lain, maka Allah merasa berutang, dan akan dibayar dengan surgaNya. Jadi, selain berdzikir untuk ketenangan batin kita, ayo dzikir kepada orang lain untuk ketenangan orang lain juga… (membantu mengatasi kesulitannya, menghibur dari kesedihannya, dsb.)

Selasa, 02 Agustus 2011

Perlukah Kita Mengejar Surga ?

Setiap menjalankan ibadah, kita sering diiming-imingi (dijanjikan) akan mendapat pahala yang pada akhirnya akan mendapat surga setelah meninggal nanti. Seperti layaknya seorang anak kecil yang diiming-imingi akan dibelikan sepeda jika ia mendapat ranking di kelasnya.

Memang, sudah kebiasaan kita memberi janji, meski banyak yang akhirnya hanya ‘makan janji’ seperti yang dialami rakyat oleh para pejabat yang suka mengumbar janji ketika akan merebut kursi kepemimpinannya, namun ‘janji tinggal janji’ ketika ia menduduki jabatannya.

Memang Allah tidak pernah ingkar janji, pasti Ia akan memberikan apa-apa yang telah diusahakan manusia, termasuk usaha berbuat baik yang akan dimasukkan ke dalam surgaNya. Tetapi, seperti lirik lagu Chrisye yang pada pokoknya bertanya, “Apakah jika surga tidak ada  lantas kita tidak berbakti kepadaNya ?” atau sebaliknya “Apakah jika neraka tidak ada lantas kita berani menentang segala perintahNya ?.”

Allah menciptakan manusia adalah makhluk yang paling sempurna, makhluk yang memiliki derajat kemuliaan paling tinggi di antara semua ciptaanNya. Manusia memiliki derajat lebih tinggi dari hewan, tumbuh-tumbuhan, iblis, bahkan lebih tinggi dari malaikat sekalipun. Namun, sering manusia tidak PD (percaya diri) dengan derajat yang telah diberikanNya. Hal itu dapat terlihat banyak manusia yang menghambakan diri di hadapan para iblis (menjadi pengikut atau ‘prajuritnya’ atau menghambakan diri kepadanya), menyembah berhala, menyembah matahari, dan sebagainya.

KetidakPDan itu terbawa hingga kita kadang mendambakan surga sebagai tujuan (beribadah) selama hidup ini. Padahal, manusia lebih tinggi derajatnya ketimbang surga itu sendiri.
Lantas, bagaimana kita bersikap ?

Dalam hadist telah disampaikan bahwa ada 4 golongan manusia yang dirindukan surga,  yaitu (1) gemar membaca Alquran, (2) memberi makan orang yang lapar, (3) menjaga lisan, dan (4) puasa di bulan Ramadhan. Artinya, biarkan surga yang ‘mengejar’ kita. Yang terpenting bagi kita adalah mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNya (karena Allah jauh lebih tinggi derajatnya ketimbang kita manusia), masalah ganjaran bila kita menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, itu urusanNya.

Begitu juga dengan kalimat “gemar membaca Alquran” semata-mata bukan membaca (kitab) Alquran secara fisik (harfiah/ kasat mata), namun juga membaca Alquran secara batiniah atau tersirat. Jika ditinjau dari segi isi (kandungan) Alquran, maka ada (1) akidah, (2) ibadah, (3) ahlak, (4) hukum, (5) peringatan, (6) sejarah/ kisah, dan (7) perintah berpikir. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa menuntut ilmu berarti termasuk membaca Alquran karena perintah berpikir dipenuhi di sana. Atau jika kita menaati hukum (baik hukum agama maupun hukum yang diberlakukan negara), maka itupun termasuk sudah membaca Alquran, bahkan sudah sampai mengamalkannya.

Oleh karena itu, di bulan Ramadhan ini, mari kita berbuat yang terbaik dari diri kita untuk diri, keluarga dan lingkungan kita. Meski ibadah puasa adalah ibadah yang lebih condong hablumminallah (hanya diri dan Allah yang mengetahuinya), namun perlu disadari bahwa di dalam setiap hablumminannas pasti sudah termasuk hablumminallah di dalamnya. Artinya, hubungan baik (silaturrahim) dengan sesama manusia, itu juga merupakan perintah Allah (memiliki hubungan dengan Allah). 

Biarkan surga yang merindukan kita.

Senin, 01 Agustus 2011

Siapa Orang yang Boleh Meninggalkan Puasa ?

Ayat yang mengharuskan kita berpuasa adalah firman Allah di Al-quran surat Al Baqarah ayat 183:

َيَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu bertaqwa."

Jelaslah dalam surat itu bahwa Allah mewajibkan orang yang beriman untuk berpuasa. Pertanyaannya adalah: selama ini banyak ulama atau ustad yang mengatakan bahwa ada orang-orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa, misalkan wanita yang sedang haid, atau wanita yang sedang menyusui, atau orang yang sedang dalam perjalanan, atau orangtua yang sudah uzur, atau orang yang sedang menderita sakit, dan sebagainya. 

Jika mereka boleh meninggalkan puasa berarti mereka sedang tidak beriman, karena ayat Allah sangat jelas, siapa yang (mengaku) beriman maka diwajibkan atasnya berpuasa, tanpa pengecualian apapun melainkan bagi mereka yang tidak beriman. Apakah pantas wanita yang sedang haid atau sedang menyusui disebut tidak beriman ?. Tentu tidak ada hubungannya.

Inilah kesalahan utama (pandangan) manusia pada umumnya. Kebanyakan manusia memandang diri dan lingkungannya hanya secara fisik yang kasat mata. Ibadah puasa tidak semata ibadah fisik, melainkan ibadah yang melibatkan fisik dan spiritual, atau jiwa dan raga. Nabi besar Muhammad SAW pernah bersabda “Banyak orang berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga.” Hal itu terjadi karena hanya melaksanakan puasa secara fisik. Padahal puasa menurut Allah adalah Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya.” Artinya, puasa itu ibadah yang sangat individual yang hanya diketahui oleh si pelaku dan Allah. Jadi, lebih condong ke sisi spiritual, berbeda dengan ibadah haji misalnya, meski semua ibadah harus dilakukan (secara sempurna) melibatkan fisik dan spiritualnya.

Jadi, tidak ada halangan (tetap wajib) wanita haid berpuasa, wajib bagi orangtua yang sudah uzur tetap berpuasa, namun kewajiban puasa itu lebih condong ke sisi batiniahnya (spiritual). Apa itu puasa (dalam sisi spiritualnya) ?. Dari ayat kewajiban menjalankan ibadah puasa sudah jelas, puasa adalah proses orang beriman agar menjadi orang bertaqwa. Kata “beriman” sering diartikan dengan “percaya” yang kita kenal ada 6 rukun iman. Bagaimana mewujudkan atau membumikan kepercayaan itu menjadi sikap hidup sehari-hari adalah proses itu. Misalkan, kita percaya kepada (kebradaan) Allah, maka bagaimana mengcopy semaksimal mungkin sifat-sifat Allah untuk kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana Allah mengangkat kita sebagai khalifahnya di muka bumi ini.

Contoh sifat yang paling sering kita dengar dan ucapkan adalah “Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Karena itu puasa batiniah adalah bagaimana proses diri untuk menjadi insan yang menyebarkan rasa kasih-sayang kepada lingkungan, yaitu memiliki sikap yang santun, ramah, empati, toleransi, dan sebagainya dengan lingkungan di mana kita berada. Inilah proses yang harus terus menerus dilakukan, salah satunya dilakukan pada bulan Ramadhan yaitu dengan sering membagi atau menyebarkan sifat kasih dan sayang meski secara fisik sedang tidak diwajibkan berpuasa. Ramadhan adalah bulan Allah yang digunakan untuk dijadikan momentum meningkatkan kemampuan diri agar kita masuk ke golongan orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang mampu menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Jadi, (dalam arti luas) tidak satupun orang beriman boleh meninggalkan puasa....

Untuk apa berpuasa ?


Untuk apa berpuasa ?, padahal kita mampu membeli makanan setiap saat, padahal lapar dan dahaga sangat terasa di siang terik seperti saat ini, padahal puasa membuat badan lemas dan mengantuk sehingga produktivitas kerja jadi menurun. Ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini.

1. Karena kita diperintahkan oleh Si Pencipta Diri ini yaitu Allah SWT. Sebagai Pencipta, Dia sangat tahu, sangat mengerti kadar dan kondisi fisik maupun batin kita. Tanpa kita telaah lebih mendalam, bagi orang yang beriman, langsung bergegas memenuhi perintahNya. Tujuan Allah adalah agar kaum beriman meningkat derajatnya menjadi kaum tattaqun (bertaqwa). Bertaqwa dalam arti luas adalah mampu menjaga diri dari hal-hal yang bukan menjadi haknya.

2. Dari sisi ilmu kedokteran: manusia membutuhkan kesehatan yang prima. dr. Husen A. Bajry, M.D., Ph.D. dalam bukunya yang berjudul “Tubuh Anda Adalah Dokter Terbaik” dipaparkan di sana bahwa di zaman modern yang serba instan ini banyak makanan yang disusupi racun kimiawi (seperti zat perasa, pewarna, pengawet). Ada batas toleransi kekuatan tubuh untuk menampung racun itu dari hari ke hari. Cara yang paling ampuh untuk mengeluarkan racun tersebut adalah dengan berpuasa. Dengan berpuasa, memberi kesempatan kepada organ-organ untuk ‘menyerang’ dan mengeluarkan racun dari tubuh karena organ-organ tersebut sedang tidak bekerja memproses makanan sebagaimana biasanya.

Dalam rangka mengeluarkan racun-racun itu dari dalam tubuh, maka biasanya pada awal puasa (10 hari pertama) orang akan merasa sedikit panas badannya, pusing-pusing, atau tidak enak badan, air seni berwarna lebih keruh, dan sebagainya. Inilah saat-saat turunnya Rahmat Allah, Allah sedang menggelontorkan racun-racun dalam tubuh orang yang berpuasa.

Dari sisi batiniah, sering hati ini dikotori oleh niat, ucapan, dan perilaku sehari-hari yang berakibat mengeruhkan kesucian hati yang semula Allah titipkan pada setiap diri manusia. Dengan berpuasa (menjaga niat, lisan, dan perilaku serta beribadah secara ikhlas semata karena Allah SWT), maka penyakit-penyakit yang menyebabkan hati menjadi keras akan dilunturkan oleh Allah SWT, sehingga hati menjadi lembut, penuh rasa sayang, toleransi, tepo seliro, dan empati kepada sesama makhluk Allah. Inilah bukti kasih-sayang (rahmat) Allah kepada orang-orang yang berpuasa.

Pada puasa 10 hari tahap kedua, setelah racun-racun digelontorkan dari tubuh, maka selanjutnya adalah proses peremajaan sel-sel tubuh yang mati bersama keluarnya racun-racun tubuh itu. Sel-sel itu tumbuh kembali menggantikan sel-sel yang mati sehingga tubuh ini akan kembali segar, tampak muda kembali. Dari sisi batiniah, setelah semua penyakit hati dibersihkan, maka hati akan kembali suci lagi. Itulah tanda pengampunan (magfirah) dari Allah.

Pada puasa 10 hari tahap ketiga, setelah sel-sel diremajakan, maka terjadi proses penguatan atau pembentukan imunitas sel agar tidak mudah terserang penyakit. Dalam sisi batiniah, setelah pengampunan telah diberikan Allah, maka kita akan terbebas dari api neraka (idkum minannar).

Apakah seluruh orang berpuasa akan mendapatkan hasil seperti di atas ?

Jawabannya, “belum tentu.” Allah telah mengatakan bahwa: “Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya,” atau nabi besar Muhammad SAW berkata “Banyak orang berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga.”

Jadi, ada syarat-syarat puasa agar orang terhindar dari penyakit fisik atau api neraka batin, karena berbeda antara orang berpuasa karena tidak punya makanan, dengan orang yang sengaja berpuasa karena menjalankan perintahNya. Yang satu bisa jadi busung lapar, yang satu bisa jadi sehat.

Jadi, syarat pertama adalah: niat dengan penuh kesadaran (ikhlas), jangan merasa berat apalagi kesal dengan datangnya bulan puasa (harus bergembira menyambut Ramadhan). Syarat kedua berniat akan memperbaiki diri selepas puasa nanti. Ingat ketika ular berpuasa saat berganti kulit yang lebih indah, atau ulat perusak yang berpuasa (pada fase kepompong) untuk menjadi kupu-kupu yang indah dan berguna dalam pembuahan tanaman, dan sebagainya yang menggambarkan orang yang berpuasa harus menjadi orang yang lebih baik dan lebih bermanfaat selepas menjalankan ibadah puasanya.

Syarat ketiga adalah berusaha keras untuk menjadi orang yang bertaqwa, yaitu orang yang sadar dan mengerti akan hak dan tanggung jawabnya sebagai diri pribadi atau khalifah Allah di dunia. Orang yang korupsi maka ia tidak sadar dan tidak mengerti akan haknya, sehingga pantas dikatakan jika orang itu selama ini belum berpuasa dengan benar.